FICTIONAL DIARY : 会いたいの



Hai... ini hanya sebuah salam yang kutitipkan lewat hembusan malam ketika aku lama tak melihatmu.
Ketika aku sudah lama tidak bertemu kabar. Tahukah bahwa aku sangat takut jika salam ini tersangkut di ranting-ranting pohon atau bertemu tangan tuhan yang berkuasa menghantam balik salam itu kembali ke bawah atap rumahku sebelum kau dengar bunyinya. Pokok masalahnya adalah bahwa hal yang kurasakan tak tersampaikan untukmu dan hanya kurasakan sendiri. Puncak masalahnya adalah aku tak mungkin mengungkapkannya secara gamblang tentang setiap kecamuk rasa yang terus mengaduk-aduk hatiku. Ketika sekumpulan dilema memerangi fakta-fakta yang kusimpan sendiri.

Baumu benar mencampuri segala urusanku. Aku mencium rumput segarpun kamu muncul menutupi pikiranku... aku mencium tanah basahpun kamu seolah lewat berulang kali membutakan neuron-neuron di kepalaku. Bahkan bau masakanku sendiri selalu tak ada apa-apanya dibanding kamu. Kamu menghancurkan sistem kerja otak kananku yang harusnya menggambar runtutan cerita fiktif menjadi sia-sia habis waktu membayangkan sosok dan kejadian yang ada kamunya.

Dinding yang ada disana ingin aku pecahkan. Tapi palunya saja aku tak punya. Jika saja Thor memang nyata... bisa saja aku kasih surat permohonan penghancuran. Jadi ketika batas itu hancur... mungkin bisa sedikit kusingkap tirai jendelaku untuk menunjukkan diri. "Inilah aku yang selalu menatapmu di kejauhan !!!" Itu cukup.

Jadi apa yang akan membuatmu melihatkupun aku tak paham. Aku benar-benar gadis payah yang hanya bisa pura-pura sumringah dan loncat-loncat kesana-kemari. Aku hanya tau berusaha membuatmu senang dengan caraku. Masalahnya adalah aku tak tau apakah kamu benar-benar senang atau tidak menerima perhatian tidak langsung itu.

Sampai embun berganti aku belum juga memejam mata. Mataku bisa berbinar dan basah tiba-tiba dalam satu waktu saat itu juga. Dengan sosokmu yang terlalu ajaib dan langka. Kesederhanaanmu membuatmu sempurna di mataku tanpa harus kukaitkan kaca mataku. Mungkin karna kamu terlalu jernih dan bersinar dengan keapa adanyaanmu. Sudah pantaskah aku untuk menjadi pemuja langkah kakimu?


Sudahkah perasaan ini berteduh di dalam kamarmu dari angin? Aku berharap tinggi bahwa apa yang kusampaikan akan menyeruak ke seluruh sisi dan sudut kamarmu sampai kau tak mampu menghindariku di tiap tidurmu. Aku ingin menyentuh mimpimu barang seujung jariku. Sedikit saja kau beri aku kesempatan maka aku akan lanjut memasuki garbarata yang sudah berlubang itu. Tapi aku sampai sekarangpun belum tau. Sudah sampaikah? Sudah sampaikah?

Hingga saat ini... dari musim semi yang tlah bertemu dengan tiga kali musim gugur keadaan belum juga berubah. Daun sudah gugur berkali-kali tapi aku masih saja ingat tatapan matamu. Tatapan teduh ketika musim sedang terik kering dan matahari sibuk memuntahi bumi dengan suhunya... aku bisa dengan mudah mendapati teduh  rindang dari matamu... dari apapun yg keluar dari mulutmu.

Ada lagi rindu ketika kau menungguku untuk suatu alasan  dengan senyummu dari belakang pandangku. Kuanggap kau sedang menjemput langkahku. Waktu-waktu ingin kuberhentikan seketika itu juga. Kalau perlu aku pecat mereka. Aku masih bahagia dengan kamu menertawai tingkahku yang mungkin terbilang absurd. Aku masih berharap kau ingat untuk menungguku berjalan bersama dalam perjalanan pulang. Aku masih belum berani berhitung selepas kamu mengucap salam perpisahan atau sampai jumpa. Aku takut dalam hitungan dan langkah ke lima, kamu tidak juga melihat ke belakang lagi.

Hai... jadi apa yang sedang kamu pikirkan sekarang? Kurasa kamu tidak sedang berkutat dengan bergudang-gudang rumus atau teori Bolzano, Cauchy, dan Weirstrass bukan ? Mungkin kamu sedang tidur atau menikmati setiap koleksi sastra yang mengisi otakmu selama ini. Karena aku selalu ingat segala ucap mimpi-mimpimu dan susunan setumpuk rencana yang kau bicarakan.

Dan aku sudah menghitung dengan jari tiap hari yang kuhidupi tanpa kamu sampai detik ini. Aku terus menunggu saat dimana aku bisa berjalan sejajar denganmu. Aku rindu dan menunggu.

0 comments:

Post a Comment